Kisah Pemulung di TPA Aia Dingin

PemulungDuit Sejuta Tercecer di Tumpukan Sampah
 

REZEKI tak berpintu. Ungkapan serupa itu dialami betul oleh para pemulung yang mengais-ngais gunungan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Aie Dingin. Di balik sampah yang tak berharga, mereka mendapat rezeki tak terduga.
 
Ado nan dapek pitih sajuta, taserak di onggok an sarok. Ambo pernah juo dapek duo ratuih limopuluah ribu. (Ada yang pernah mendapatkan uang sejuta, tercecer di antara gunungan sampah. Saya sendiri pernah dapat Rp 250 ribu),” cerita Ii (26).
 
Ceceran uang itu, sebut ibu muda ini, biasanya angpao-angpao pesta pernikahan yang tak sengaja dibuang si empu pesta bersama sisa-sisa amplop lainnya. Uang itu masih tersimpan utuh di dalam amplop yang belum dibuka, dan dibuang bersama kertas-kertas amplop yang telah lecek.

Tak cuma uang, Ii juga mengaku mendapat perhiasan seperti cincin mas, gelang dan anting-anting. Dia sendiri tak pernah menduganya. Karena dalam mengais tumpukan sampah, yang dicarinya cuma plastik, kaleng-kaleng dan alumanium yang tak lagi dipakai si pemiliknya.
 
Dari benda yang dianggap tak berharga itu, ibu satu anak ini, menumpuknya di pinggiran areal TPA untuk kemudian dijualnya kepada pengumpul. Dalam sehari, minimal bisa dapat Rp 20 ribu.
 
Cukuiklah untuak balanjo harian jo sakolah anak. (Cukup untuk belanja sehari-hari, dan biaya sekolah anak,” kata Ii yang anaknya kini duduk di kelas I SD.
 
PemulungDi tengah beratnya persaingan antarsesama pemulung, Ii menyadari rezeki mereka sudah ditentukanNya sendiri-sendiri. Dia tak pernah menganggap ratusan rekan seprofesinya yang mencoba peruntungan di TPA Aia Dingin sebagai saingan. Pun tak pula pernah menganggap ratusan pemulung lain yang menyortir sampah langsung dari kontainer-kontainer yang ada di setiap sudut Kota Padang akan mengurangi rezekinya.
 
“Kami punya peruntungan sendiri-sendiri. Yang penting ada kemauan untuk bekerja keras. Kalau malas-malasan, pasti tak dapat apa-apa,” ucapnya sembari menghela napas membuang lelah.
 
TPASebagai pemulung yang sudah dijalaninya selama 6 tahun belakangan, Ii mengaku tak pernah malu. Suaminya pun tak pernah melarangnya untuk mengais-ngais sampah yang sudah pasti kotor dan bau itu. Dia pun tak pernah dijangkiti penyakit yang bersumber dari sampah, seperti gatal-gatal dan sebagainya.
 
“Di awal-awal jadi pemulung saya memang sempat mual gara-gara baunya. Setelah itu menjadi terbiasa. Terserah bagaimana pandangan orang terhadap pekerjaan saya ini. Bagi saya yang penting halal dan bisa penambah uang belanja. Itu saja…,” katanya sambil bangkit dari duduknya, lalu kembali memulung timbunan sampah di tengah teriknya matahari siang itu. (max)
 

11 Komentar

  1. unai said,

    13 Mei 2008 pada 1:16 pm

    tulisannya lebih hidup karena didukung foto yang bagus itu, mantap pak :)

    max -> fotonya blm seberapa dibanding foto2 jepretan Nai.

  2. 13 Mei 2008 pada 1:46 pm

    Fotonya…Yang manakah pemulungnya he he…Yang satu pemulung berita…
    Lalu pertanyaanya siapakah yang memoto??

    max -> pertanyaan yg kritis. untuk foto pertama, kalo diklik lgsg links ke yang memoto yaitu Yonaldi. Sdgkan foto 2 dan 3, asli foto saya….

  3. imoe said,

    13 Mei 2008 pada 2:54 pm

    ambo sajak dulu nio bana ka aia dingin tuh mah pak…ado rencana nio mancaliak anak-anak di pembuangan akhir situ…apo kiro-kiro yang bisa di karajoan untuak mereka yo…..

    max -> langsuang se survei ka sinan Pak. Bia jaleh a kandak urang2 tu… :D

  4. oktaveri said,

    14 Mei 2008 pada 1:24 pm

    Bagus max, sangat humanis. Ambo kira nan baju hitam dan basirawa tu pamulung pulo. Ruponyo,…

    max -> He3x… iyo bang, pemulung berita :P

  5. taufikasmara said,

    14 Mei 2008 pada 8:30 pm

    Hehehe…. tadinya mau nanggapi postingan Angku, tapi mengingat tukang tulis berita atau yang menurut bahasa Vinna pemulung berita itu muncul pula di gambarnya. Angku…. Angku… semenjak kamera baru ko makin narsis se nampaknyo. Hehehehehe….. Oya, itu angpao pesta aku kemarin ndak ya????

    max -> he3x. ternyata sabana lamak punyo kamera Kry, gilo awak dibueknyo…. Cubolah kalo indak pacayo :P

  6. raiyani said,

    14 Mei 2008 pada 8:45 pm

    salut utnuk petualangannya ke TPA, banyak objek human interest disana, sebuah foto akan sangat bercerita nantinya,sukses ya

    Max -> iya Ni. Cuma kemarin itu gak fokus ngambil gambar, krn lebih sibuk wawancara dg mereka. Jadi hanya teman2 yg ikutan hunting yg lebih byk jeprat-jepret sana-sini

  7. Alex said,

    15 Mei 2008 pada 5:19 pm

    ass.

    Subhanallah…….tagak bulu kuduk ambo mambaco da.
    mereka punya harga diri walau mereka pemulung. mereka cari yang halal. semenatara banyak pejabat nan kayo tapi bergelimang dgn harta korup. mereka para pejabat itu merendahkan harga diri mereka sendiri.

    ado banyak masyarakat awak baprofeis mode itu. mudah2an pemkot padang mamperhatikan kesejahteraam mereka.

    max -> Berharap ke Pemko? Gak jamin deh :P

  8. renimaldini said,

    17 Mei 2008 pada 6:21 pm

    Mantap gaya Pak KL wawancara mah… Serius dan meyakinkan..
    Fotonya juga oke punya…
    Sekali-kali bolehkan reni pinjam fotonya Pak KL…
    Biasa untuk foto-foto diseputaran Pasar Raya, banyak yang oke untuk difoto

    max -> ajak se KL ka Pasar Raya tu, bia ditolongan mamoto, sudah tu jan lupo traktir makan soto diemperan Pasar Raya hehehehe :P

  9. 23 Mei 2008 pada 4:08 pm

    Banyak juga ya…Yang kasih komentarnya…

    max -> panen komen :P

  10. vinnamelwanti said,

    23 Mei 2008 pada 4:10 pm

    Tes..Keluar gak Foto n URL nye…Sorry ya Bos…Besok jadi kita ke Jakarta kan?

    max-> kayaknya gak. Bos gak acc. Selamat berdiklat ria dg Korlip2 se-JPNN. Bagi2 ilmunya di Padang nanti :D

  11. ciplok said,

    24 Mei 2008 pada 4:35 pm

    celananya keren tuh bang!
    beli dimana?

    max -> bukan dibeli, tapi hasil memulung juga Vee… :P


Tinggalkan Balasan ke vinnamelwanti Batalkan balasan