Gempa Besar Pasti Terjadi

Sudah ada Tiga Gempa Utama

AHLI geologi dari Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Danny Hilman Natawidjaja menyebutkan kemungkinan gempa besar pasti terjadi di pesisir barat Sumatera. Namun laksana ajal, tidak ada yang tahu kapan itu akan terjadi. Bisa saja terjadi dalam bilangan hari, minggu, bulan atau mungkin tahunan. Namun masyarakat diminta untuk tetap waspada, bukannya panik.

“Kami menyadari informasi ilmiah ini dapat membuat masyarakat yang sudah resah dan panik menjadi bertambah panik. Di lain pihak, menyembunyikan informasi ini pun tidak juga dapat dikatakan bijaksana karena menyangkut keselamatan orang banyak. Harapan kita, informasi ini dapat disikapi dengan arif dan diikuti dengan kewaspadaan serta tindakan yang sebijak mungkin,” tulis Danny dalam laporan singkatnya seputar rentetan gempa besar di kawasan Mentawai, Bengkulu dan Sumatera Barat.

Laporan tertanggal 15 September atau 3 hari pasca gempa besar Bengkulu 8,4 SR (versi USGS) atau 7,9 (versi BMG) pada 12 September serta gempa di Pagai Selatan berkekuatan 7,7 SR (versi BMG) atau 7,9 (versi USGS) pada Kamis pagi (13/9) yang telah diperiksa Deputi LPK LIPI Dr Heru Harjono itu dipaparkan kajian ilmiah seputar prediksi ini. Dituliskannya, berdasarkan data seismik dan geologi, gempa berskala magnitudo 8,4 di Bengkulu itu diperkirakan meluluhlantakkan zona batas lempeng di bawah wilayah antara Pulau Enggano dan Pagai seluas lebih kurang 300 x 100 km2 dan menggerakkan bumi di atasnya beberapa meter. Ini lebih kecil dibandingkan gempa Aceh-Andaman pada 26 Desember 2004 yang luas lempeng pecahnya mencapai 1.600 km dan pergerakannya mencapai 30 meter.

“Bidang batas lempeng di sini (Bengkulu-red) miring landai sekitar 12 derajat ke arah timur sehingga pergerakan beberapa meter ke arah barat ini hanya mengangkat dasar laut beberapa puluh sentimeter saja. Inilah penjelasan logis mengapa tsunami yang terjadi tidak besar dan menyebabkan orang hampir tidak mengetahui keberadaannya. Namun dari simulasi model tsunami yang sudah dilakukan, kami memperkirakan tinggi gelombang tsunami di daerah Bengkulu tidak lebih dari 3 meter, sedangkan di Padang yang lebih jauh dari sumber (gempa) hanya kurang dari 1 meter. Hal ini sudah dikonfirmasi oleh laporan saksi mata dan data alat pasang surut,” jelas peneliti gempa yang rutin melakukan penelitian di Mentawai itu.

Dipaparkannya, gempa magnitudo 8,4 Bengkulu itu kemudian diikuti banyak gempa susulan yang muncul sambung menyambung di sekitar lempeng yang pecah. Yang mengagetkan, katanya, sekitar 12 jam kemudian, sebuah gempa besar lagi dengan skala magnitudo 7,9 terjadi Kamis pagi di Pagai Selatan. Gempa inilah yang menyebabkan kerusakan di Kota Padang karena jaraknya lebih dekat dari episentrum gempa.

“Dengan demikian, sebenarnya sudah 3 kali terjadi gempa utama, bukan gempa susulan seperti yang disebutkan banyak orang. Yaitu gempa 8,4 Bengkulu, gempa 7,9 Pagai Selatan dan gempa 7,1 di Sipora yang terjadi beberapa jam setelah gempa Pagai Selatan,” kata Danny yang saya hubungi via ponselnya Senin malam (1/10).

Lantas apa ancaman dari rentetan gempa utama itu? Danny menjelaskan, dari kajian ilmiah pihaknya, gempa raksasa yang “bertapa” sejak terakhir bangun di tahun 1797 dan 1833 ternyata belum sepenuhnya terusik. Hal ini terlihat dari hasil plotting dari gempa-gempa yang sudah terjadi, dan tampaknya baru melepaskan akumulasi energi yang terkumpul di bagian pinggiran saja. Gempa yang bermula dari kakinya di ujung selatan (Bengkulu-red), sekarang ini terlihat menyebar dan mengepung bagian badan dan kepala “sang raksasa”, yakni di bawah Pulau Siberut, Sipora dan Pagai.

“Peta potensi akumulasi energi gempa ini kami dapat dari analisa rekaman data 27 stasiun GPS (Global Positioning System) dan juga data geologi dari terumbu karang. Stasiun GPS ini merekam pergerakan bumi dengan sangat teliti. Apabila pergerakan stasiun GPS ini makin besar dan searah dengan pergerakan tumbukan lempeng Hindia terhadap Sumatera, maka hal ini menunjukkan makin besar juga tingkat kuncian dari batas tumbukan lempeng di bawahnya. Artinya makin besar akumulasi energi regangan yang terjadi,” terangnya seraya mengatakan, makin rendah tingkat kunciannya, artinya batas lempeng tersebut makin mudah pecah, jadi wajar saja kalau terlepas lebih dahulu.

Ditambahkannya, proses perambatan gempa-gempa ke arah dan mengelilingi sumber utamanya mengindikasikan kemungkinan terjadinya gempa dan tsunami yang lebih besar di wilayah Mentawai dan pesisir barat Sumatera sangat tinggi. “Untuk saat ini kita hanya mengatakan ‘mungkin’. Namun waktu lebih spesifiknya tetap sukar untuk diprediksi. Bisa dalam hitungan hari, minggu, bulan dan bahkan tahunan,” tuturnya.

“Jadi masalah selanjutnya adalah bagaimana merealisasikan tindakan kita secara sportif untuk mengantisipasi bencana ini. Ilmu pengetahuan hanya dapat berusaha membaca tanda-tanda alam, sementara kebenarannya tetap berpulang kepada-Nya,” ucapnya. (max)

4 Komentar

  1. AYAHAKSAN said,

    2 Oktober 2007 pada 6:06 pm

    Max, kalau gempa bengkulu dan pagai selatan hanya membuat Pekanbaru ‘bergoyang’, gimana dengan gempa besar itu? Banyak-banyak do’a aja karena KIAMAT SUDAH DEKAT-4 (Yang sinetron cuma sampai 3 kan?)

  2. Iman Brotoseno said,

    7 Oktober 2007 pada 4:16 am

    mudah mudahan tidak separah kedengarannya…jangan jangan ini yang dinamakan Tanah bencana

  3. Putirenobaiak said,

    8 November 2007 pada 6:29 am

    unipun cemas sama ortu max, hari ini dah pulang lagi ke padang, namanya ortu yo cinto kampuang sendiri

    mungkin ihktiar utk waspada dan tidak panik, lalu tawakal…

  4. Maryulis Max said,

    8 November 2007 pada 3:40 pm

    ayahaksan –> kalau itu belum bisa diprediksi apakah akan cuma menggoyang pekanbaru atau malah meluluhlantakkannya. Tergantung skalanya kali, kalau magnitudonya besar, bukan tak mungkin “kiamat sudah dekat 4” itu bisa terjadi kan? Tapi semoga saja tidak…

    iman brotoseno –> aminnn, semoga tidak ya mas

    putirenobaiak –> waspada itu perlu uni. Makanya laporan dari Danny Hilman Natawijaya ini patut dilaporkan ke khalayak supaya waspada, bukannya utk mempertakut orang banyak.


Tinggalkan Balasan ke Maryulis Max Batalkan balasan