Demokrasi Air Mata

HitungDEMOKRASI melahirkan air mata. Pun setidaknya; sesak. Harus ada ruang untuk berlapang dada. Karena demokrasi menakdirkan menang dan kalah, bukan kemufakatan.

Begitulah… Pilkada Padang sebagai proses demokrasi memperlihatkan itu. Tak bisa kehendak dipaksakan —pastilah angkara murka yang mengemuka—, karena yang menang pun berhak untuk memaksa hendak yang dikehendakinya.

Langkah yang ditempuh empat pasang kandidat (Drs Ibrahim MM-H Murlis Muhammad SH MHum, Ir Mudrika-Drs Dahnil Aswad MSi, Dr H Jasrial MPd-Drs H Muchlis Sani, dan Drs H Yusman Kasim MM-Yul Akhyari Sastra SH) menolak hasil sementara Pilkada menyusul kemenangan mutlak Drs H Fauzi Bahar MSi, itu juga bagian demokrasi. Beragam alasan dilontarkan, yang muaranya tentu saja ketidakpuasan. Tidak puas atas kinerja KPU. Tidak puas atas kekalahan. Tidak puas atas kemenangan lawan.

Kekhawatiran bahwa penolakan ini akan muncul, sebenarnya sudah jauh-jauh hari bisa diprediksi. Siapa pun yang menang, dipastikan menghadapi kondisi ini. Kekacauan pemilih, baik jumlah maupun datanya, menjadi celah yang cukup lebar untuk dipersoalkan. Betapa masalah pendataan masih saja menjadi suatu yang abai untuk dijelimetkan. Hasilnya; (sebagian) yang hidup tidak punya hak pilih, yang meninggal diundang untuk memilih, adalah contoh faktual yang tak bisa dibantah. Maka jangan heran gejolak muncul sehari dua hari menjelang pencoblosan dilakukan.

Sebenarnya kalau para kandidat yang kini rame-rame menolak itu sudah bersikap jauh-jauh hari sebelum warga nyoblos, pastilah masalah ini bisa dieliminir. Mungkin dengan bersama-sama mendesak agar Pilkada diundur sampai pendataan pemilih benar-benar valid dan tidak menyisakan bolong di sana-sini. Walau itupun hal yang muskil lantaran terganjal aturan UU yang hanya mengatur pengunduran pemilihan bila terjadi bencana alam dan kerusuhan. Ataupun kalau mereka mengancam mundur bila Pilkada tidak diundur, sejumlah denda pun harus siap ditanggung. Tapi apa yang tak mungkin bila itu dilakukan bersama-sama? Toh spirit badunsanak pun telah menjadi komitmen mereka untuk tetap mengutamakan kebersamaan.

Ada ironisme bila yang dipersoalkan adalah banyaknya warga yang kehilangan hak pilih. Justru di saat yang kehilangan hak pilih menuntut haknya untuk bisa memilih, kita disuguhkan betapa yang sudah diberi hak itupun ternyata tidak pula memilih. Golput. Inilah luka demokrasi sebenarnya yang melahirkan air mata bagi pihak lain. Hitunglah…, bisa dipastikan angka Golput Pilkada Padang hampir mencapai 50% dari jumlah pemilih.

Maka kini, jangan salahkan yang telah memilih, tapi salahkan mereka yang tidak memilih. Walau tidak memilih adalah sebuah hak, tapi tetap saja ini suatu yang mengecewakan. Inilah sebenarnya sebuah duri demokrasi yang sakitnya ditanggung oleh yang telah memilih dan akan dipilih. (max)

17 Komentar

  1. Alif said,

    26 Oktober 2008 pada 9:00 pm

    Sebaiknya rekaman ketika para kandidat berbicara siap kalah dan siap menang di putar ulang di beberapa stasiun televisi lokal di Kota Padang. :P

    max -> kalau hrs diputar ulang, harus bayar tuh Pak :D

  2. demarthawhy said,

    26 Oktober 2008 pada 11:28 pm

    aku golput…hehehe..

    abis gak dapat kartu pemilih…

    tapi tetangga yg sdh meninggal dapat kartu pemilih…aneh..

    “memang demokrasi yang sakitnya ditanggung oleh yang telah memilih dan akan dipilih..”

    max -> wahhh… golput ya…. harus protes dung kalo gak dpt kartu, jgn didiamin :P

  3. hendri said,

    27 Oktober 2008 pada 2:23 pm

    kita patut tiru amerika soal ini, walau mereka liberal, namun dalam pemilihan umum, mereka bersikap professional

    max -> jangan ditiru Amerika Ndri, ntar dikasih krisis finansial pulak, matilah negeri ini :P

  4. sutan said,

    27 Oktober 2008 pada 3:05 pm

    pilkada memberikan dampak yang sangat tidak baik,dana APBD tersedot karenanya,liat saja jalan2 disumbar sekarang kondisinya.money politik marak dan juga bagi pejabat yang terpilih hanya akan memperhatikan pembangunan daerah asalnya dan basis pemilih dia saja.

    max -> hehehehehe, jangan salahkan pemimpinnya, tapi salahkanlah orang yang telah memilih dia :D

  5. Alex said,

    28 Oktober 2008 pada 2:56 pm

    da Max: Maka kini, jangan salahkan yang telah memilih, tapi salahkan mereka yang tidak memilih. Walau tidak memilih adalah sebuah hak, tapi tetap saja ini suatu yang mengecewakan. Inilah sebenarnya sebuah duri demokrasi yang sakitnya ditanggung oleh yang telah memilih dan akan dipilih.

    Alex: Yup benar sekali tuh da Max. setidaknya kita harus memilih mudaratnya yg lebih kecil. karena ini resiko sebuah demokrasi.

  6. riffat said,

    28 Oktober 2008 pada 4:22 pm

    lagi trend ya om, kalo abis pilkada pasti ada yang protes,pasti ada ribut ributnya, ga puas dengan hasil pemilihan…

  7. Rully said,

    28 Oktober 2008 pada 7:49 pm

    Hahahaha…. satu lagi pembuktian bahwa negara kita belum siap untuk demokrasi…

  8. unai said,

    29 Oktober 2008 pada 9:13 am

    Suatu yang abai untuk dijelimetkan.

    ini maksudnya apa ya da? dan mereka yang golpun tidak juga bisa disalahkan. Karena mungkin kandidat dianggap tidak mampu meengemban aspirasi rakyat. Mungkin?

  9. unai said,

    29 Oktober 2008 pada 9:18 am

    maksudnya golput :P

  10. avartara said,

    30 Oktober 2008 pada 10:16 pm

    Tentunya yang menggunakan haknya untuk tidak memilih telah mempertimbangkannya masak2,….. bukankah akan lebih terluka menyaksikan apa yg telah dipilih mendustai janji dan ikrar yang telah dilontar?,… kadang menjadi polemik yg ga berkesudahan,…….. :)

  11. ai said,

    31 Oktober 2008 pada 8:37 am

    sebenarnya apa sih alasan utama bagi mereka yang golput…??

  12. renimaldini said,

    31 Oktober 2008 pada 8:52 am

    siapapun walikotanya yang mantap tu tetap juo KL kan??
    Baa KL, lai dak paniang mamikian calon nan kalah tuh…
    Makonyo tiru Pak Redpel, yang inyo pegang tuh calon nan ka manang.. KL indak yang kalah KL pegang tu tewas KL jadi nyo..
    He..He..

  13. 1 November 2008 pada 8:58 am

    wah, pilihanku menang :D

  14. Indra said,

    1 November 2008 pada 1:41 pm

    dimana mana skrg pilkada pasti akhirnya ribut, dulu gak ada pilkada adem2 aja, apakah ajang demokrasi pilkada ini malah bisa membalik menjadi senjata untuk merusak kerukunan warga

  15. aq_zee said,

    1 November 2008 pada 7:35 pm

    hehe…
    memang orangĀ² ga pernah tau gmn rasanya sebelum mereka memiliki yang seperti itu.
    thanx da Max..

  16. taufikasmara said,

    1 November 2008 pada 7:41 pm

    Dimana mana pilkada kasusnya pasti sama. Sepertinya KPU mulai dari pusat sampai daerah harus dibenerin tuh. Mulai dari pendataan pemilih, sampai penghitungan. Kalau ndak ya pastilah kejadian seperti di Pilkada Padang (dan juga Riau lalu serta pilkada lain :red) bahkan pilpres sekalipun nanti akan ada protes-protes seperti itu.

  17. Catra said,

    2 November 2008 pada 5:04 pm

    hmmm…. sepertinya memang harus diulang tuhm coz memang banyak banget yang mau memilih tapi nggak dapat kartu pemilih


Tinggalkan komentar